“Kau—“, ucap seorang
gadis dengan parau. “Kenapa kau membunuhnya, hah?”, bentak gadis itu. Tapi,
nada suara yang keluar dari mulutnya terkesan ketakutan.
“Kau sudah mengetahuinya?”
“Lalu, apa yang akan kau lakukan
kepadaku setelah aku mengetahui semuanya, Pembunuh?”
Orang yang diajak bicara gadis itu
tersenyum setan. “Kau tidak tahu? Benar-benar tidak tahu?”, katanya licik.
“Tentu saja aku akan memperlakukanmu sama dengan aku memperlakukan orang tidak
tahu diri itu. Mungkin lebih kejam.”
Perlahan, orang itu merangsek maju. Seringaian
setan itu muncul, membuat gadis itu mundur dengan ketakutan yang luar biasa.
SREET..
Dengan cepat pembunuh itu menarik lengan gadis itu. Dingin. Sebuah pistol
menempel di pelipis gadis itu.
“Kami-sama sangat adil, bukan?”
DOORR!
.
Tokyo,
30 Oktober 2014.
Kabar
terbaru datang dari Tokyo. Seseorang meninggal akibat luka tembakkan. Polisi
masih menindak lanjuti mengenai kejadian ini.
~*~
Tottori,
28 Oktober 2014 (Dua hari sebelum peristiwa terjadi)
“Kazu-chan!
Kau kemanakan PSP-ku, hah?” teriak seseorang dari lantai dua. Suara derap
langkah kaki yang menuruni tangga kayu itu terdengar. Seorang pria yang sedang
bersantai di soffa empuk berwarna biru tua menoleh, menatap malas ke arah
tangga kayu yang terdesain dengan apiknya.
“Kupinjam. Kenapa?”, tanya laki-laki itu
enteng ketika melihat orang yang meneriaki namanya telah berdiri di tangga
terakhir. Seorang gadis dengan iris hijau zamrudnya, cantik. Kulitnya seputih
susu dengan tinggi sekitar 167 cm. Kurus, sangat kurus karena gadis itu
memberlakukan program diet dalam kadar berat selama hidupnya. ‘Tidak boleh
makanan berlemak’ ‘Kau mau membuatku stres dan akhirnya mati karena gendut,
hah?’ dan kata-kata sejenisnya ketika dia sedang berada di restoran atau sedang
makan.
Gadis
itu menaikkan rambut coklat tuanya yang terjatuh menutupi mukanya. “Hei, sudah
kubilang kan, jangan turun!”, kesal gadis itu konyol kepada rambutnya sendiri.
“Baka! Sampai mulutmu berbusa pun,
rambut-rambut anehmu itu tetap tidak akan mendengarkanmu!”, kekeh laki-laki
itu.
“Diam! Cepat kembalikan, Kazu-chan.
Jangan seenak jidatmu mengambil barang orang lain!”, geram gadis itu. Laki-laki
yang mendapatkan geraman itu tersenyum sinis seakan sedang menantang gadis itu
untuk mengambil PSP yang sedang ia ‘sandra.’
Pemuda
dengan tinggi 185 cm dan juga iris matanya yang berwarna hitam kelam. Kulitnya
putih pucat dengan rambutnya yang
berwarna coklat gelap. Sangat aneh, senyum sinis yang dikeluarkan pemuda itu
justru membuat semua gadis menjerit ketika melihatnya.
“Untuk sementara, PSP-mu aku sandra. Kau
harus ikut denganku ke Tokyo sore ini. Jadi, cepatlah bersiap-siap!”, titah
Kazuhiro tak terbantahkan.
“Ah, tunggu dulu!”, pinta Miyuki cepat
dan langsung berlari ke atas. Menaiki dua tangga sekaligus. Heran Kazuhiro
dibuatnya. Apakah Miyuki benar-benar seorang perempuan?
Hanya
beberapa detik, Miyuki sudah berdiri di dua tangga terakhir dengan kamera DSLR
menggantung indah di lehernya. Gadis itu mengatur gelang fokus dan gelang
diafragma kameranya. Mengatur kembali kamera yang selama ini berubah ‘fungsi.’
“Untuk apa kau membawa kamera, hah?”,
tanya Kazuhiro tidak mengerti.
“Untuk menghadiri sebuah kasus.”
“Kita ke Tokyo bukan untuk menghadiri
sebuah kasus. Baka!”, gemas Kazuhiro. “Cepatlah keluar dari pekerjaan
menyusahkan itu!”, saran Kazuhiro asal.
“Hei, jangan pernah menghina
pekerjaanku!”, pekik Miyuki tak terima.
“Pekerjaan katamu? Hei, sadarlah! Kau
ini sangat takut melihat mayat.” Memang benar adanya apa yang dikatakan
Kazuhiro. Miyuki sangat-amat takut dengan yang namanya mayat--seonggok
tubuh tak bernyawa. Dia lebih percaya dengan takhayul dan makhluk abstrak
dibandingkan dengan dunia ilmu pasti. Tangannya selalu bergetar apabila ia
sedang memotret seonggok tubuh tak bernyawa itu. Lalu malam harinya, dia tidak
bisa tidur karena gambar mayat itu selalu terputar dengan jelasnya di memori
otaknya seperti sebuah roll film. Dan, dirinya berakhir dengan tidur di samping
Kazuhiro--sahabatnya.
Tetsuyama
Kazuhiro merupakan seorang detektif polisi yang terkenal dengan analisisnya
yang tak pernah meleset sedikit pun. Juga terkenal dengan ketampanannya yang
menggila itu. Garis rahangnya tegas, seperti dipahat tangan-tangan profesional.
Rambutnya acak-acakkan. Dia tidak sudi menata rambutnya menjadi klimis atau
rata dan mengkilap.
Sedangkan
Sawamura Miyuki adalah seorang pemotret mayat sekaligus partner Tetsuyama
Kazuhiro. Miyuki adalah orang yang sangat teledor dan pelupa. Dia suka
meremehkan orang lain. Memandang sebelah mata saja.
Keduanya
memutuskan untuk tinggal bersama sejak kedua orang tua Miyuki meninggal.
Awalnya, Miyuki berniat untuk mengontrak sebuah rumah, dan di saat itulah
Kazuhiro menulis takdirnya sendiri. Mengikuti gadis itu ke mana pun, dan saat
gadis itu telah menemukan sebuah kontrakkan, Kazuhiro akan segera menelpon
pemilik kontrakkan itu dan menyuruhnya untuk menaikkan harga
setinggi-tingginya.
“Ck, apa masalahnya dengan--“
“Jangan membantah. Lupakan ini. Siapkan
pakaian dan barang-barangmu. Kita akan segera berangkat,” potong Kazuhiro
dengan sebuah titahan yang tak terbantahkan. Miyuki menghentakkan kakinya
sebal. Beginilah jika sifat suka memerintah Kazuhiro kambuh. Tidak ada alasan
untuk membantah titahan itu. “Jangan lupa bawa revolver dan pisaumu.” Perkataan
itu membuat Miyuki batal melangkahkan kaki ke kamarnya. Dibaliknya tubuhnya
dengan kesal.
“Aku tidak mau membawa dua alat terkutuk
itu! Oh, ayolah! Kita ke sana untuk berlibur atau untuk bertempur, hah?”
“Tidak ada bantahan.” Ya, enak sekali
Kazuhiro berbicara! Miyuki yang tidak mau berdebat lebih lanjut memilih untuk
mengalah.
Tidak
ada gunanya mendebat perkataan pria aneh itu. Miyuki memang menolak
mentah-mentah untuk membawa dua alat terkutuk itu. Tapi, setelah dia sampai di
tempat tujuan, ia akan menemukan kedua senjata itu terselip di barang
bawaannya. Ya, siapa lagi pelakunya kalau bukan Kazuhiro?
~*~
Tokyo, 30 Oktober 2014
(Hari kejadian)
Marutake ebisu ni oshi oike. Ane-san rokkaku tako nishiki.
Shi-aya bu taka matsu man gojyou. Setta chara chara uonotana. Rokujyou hijyou
toorisugi. Hachijyou koereba touji michi. Kujyou oujite todomesasu
“Berisik!
Suaramu sangat sumbang, Miyuki!”
“Aku
kan hanya menyanyikan lagu Temari dari Kyoto. Lirik lagu itu merupakan
nama-nama jalan yang berada di Kyoto. Apa salahnya?”
Kazuhiro
masih mengingat jelas apa yang digerutui Miyuki pagi itu. Tadi pagi, gadis itu
sangat bersemangat walaupun Jepang sedang menghadapi ‘Late Autumn.’ Miyuki
masih sempat mengomel soal penginapan yang disewa Kazuhiro memiliki alat
pemanas yang rusak. Tapi, setelah kejadian penemuan mayat siswi itu, gadis itu
mendadak muram. Keringat dingin keluar dari seluruh tubuhnya. Saat menemukan
mayat diantara semak-semak, gadis itu menjerit ketakutan. Lebih kencang dan
histeris dari yang sebelumnya. Maklum, baru pertama kali ia melihat mayat
sendirian. Biasanya ada Kazuhiro di sampingnya.
‘Sepertinya,
ketakutan gadis itu terhadap mayat semakin bertambah,’ duga Kazuhiro dalam
hati. Entahlah, Kazuhiro juga tidak tahu kenapa hatinya menjerit sedih.
~*~
“Korban
adalah Mayuzumi Kanae, usia 16 tahun. Menurut informasi, ia tinggal di Apartemen
Satoe di dekat sini bersama keluarganya. Tampaknya ia baru ingin berpergian. Coba
lihat!” Komandan Takako menunjuk pakaian yang dipakai korban. Sebuah kemeja
bergaya country dengan rok mini berbahan denim.
TKP--Tempat
Kejadian Perkara--berada di sebuah
taman yang seharusnya dipenuhi dengan orang-orang yang ingin menikmati
keindahannya, bukan mati penasaran karena kejadiannya. Tampak seseorang, bahkan
dua orang yang tak asing bagi pihak kepolisian melewati garis kuning polisi
bertuliskan ‘Dilarang Masuk’ dengan seenaknya. Lelaki itu menarik paksa gadis
berkalungkan kamera DSLR dengan kuat.
“Sudah kubilang jangan membawaku ke sini
lagi, bodoh!” geram Miyuki.
“Tugasmu adalah seperti ini, Baka! Cepat
ikut denganku!”
“Sekali lagi kau memaksaku, kau akan kukubur
hidup-hidup!” bentak gadis itu geram dengan nada yang hampir mencapai oktaf
ke-7.
Mayuzumi
Kanae adalah teman sekolah Kazuhiro dan Miyuki. Memang, Kanae tidak pernah bertegur sapa dengan Kazuhiro.
Bahkan, pria detektif itu pun tidak ingat jika si korban adalah teman
sekolahnya.
Jasad
korban berada di antara semak-semak taman; posisinya tengkurap, dengan kaki dan
tangan yang terbuka. Banyak bercak darah di baju yang dipakai olehnya. Tapi,
tidak ada sedikitpun jejak kaki maupun bekas darah yang membawa mereka ke
tempat asalnya. Kazuhiro yang sudah siap dengan TKP berdarah tetap menggegam
erat pergelangan tangan Miyuki. Pegangan yang mempunyai kesan lain. Terkesan
protektif dan mencoba untuk menguatkan Miyuki yang berada di sampingnya. Tampak
Miyuki bergidik ngeri dan mengumpat ketika melihat mayat yang ditemukannya
sendiri.
~*~
Tidak
lama dilakukan autopsi. Beberapa hal penting menjadi semakin jelas. Pertama,
waktu perkiraan kematian, diperkirakan sekitar pukul 11 pagi. Penyebab
kematian, adalah dipukul dengan sesuatu yang keras. Untuk sementara waktu,
semua orang yang memiliki sangkut pautnya dengan pembunuhan Kanae dikumpulkan, termasuk Miyuki.
“Apa harus aku digolongkan menjadi
‘tersangka’, Kazu-chan? Apakah tampangku ini memiliki kesan sebagai
‘tersangka’?” Pekikkan polos itu terdengar.
“Ya, kau memang pantas menjadi
tersangka, Baka,” ucap pria itu dengan senyum anehnya itu. “Tidak-tidak, itu
hanya bercanda. Kau adalah saksi, Miyuki. Bagaimanapun, kau adalah orang pertama
yang menemukan mayat itu,” lanjutnya.
“Sudahlah, cepat bicarakan inti masalah
tentang Kanae. Jangan biarkan waktuku terbuang hanya karena kalian,” dengus
salah satu lelaki dengan santai. Terkesan menggoda.
Interogasi
dilakukan dengan sekelumit pertanyaan yang keluarkan dari mulut Komandan
Takako, detektif dari pihak kepolisian wilayah Tokyo. Tersangka pertama adalah Saionjie
Yusuke, mantan kekasih Kanae yang selalu dicampakkan oleh korban. Ia memiliki
alibi yang sempurna, dengan keberadaannya di caffe bersama teman-temannya.
Tersangka
kedua adalah Inou Shizuka, sahabat korban, sekaligus kekasih Yusuke sekarang. Keberadaannya
disaat waktu kematian korban adalah di rumah seorang diri.
Tersangka
ketiga adalah Katsumata Sachiko, hanyalah teman sekelas korban. Dulu sempat
mengagumi korban, namun itu dulu. Posisinya adalah di perjalanan pulang, dan
Sachiko adalah orang terakhir yang bertegur sapa dengan korban.
“Jadi, apa maksud dari ini?”
~*~
Testuyama
Kazuhiro tampak duduk santai di gazebo villa dengan menggenggam segelas anggur
yang belum disentuh oleh mulutnya sama sekali. Menikmati semilir angin malam
yang mulai merasuki tubuhnya. Pikiran lelaki itu terbang jauh, memikirkan
pembunuhan tadi yang disimpukannya
berkedok percintaan.
“Hei, Kazu-Chan. Kenapa kau melamun, hah?”
ujar Miyuki, menjatuhkan punggungnya ke sisi belakang bangku.
“Tidak. Aku hanya bingung dengan
pembunuhan yang berbeda dari yang biasanya.”
“Berbeda? Apa yang kau sebut dengan
‘berbeda’ itu? Bukankah memang suatu pekerjaanmu untuk menikmati indahnya TKP pembunuhan?”
“Korban itu berlumuran darah. Namun, tak
ada bekas jejak apa pun, entah kaki ataupun jejak darah”
“Lalu, apa yang kau bingungkan?”
“Coba kau bayangkan, mana mungkin ada
orang sekarat dengan darah yang bercucuran namun ia berjalan kabur, tanpa ada
jejak,”
“Bagaimana jika orang itu memang sudah
tidak memiliki kekuatan?”
“Maksudmu?” ucap Kazuhiro penuh
penasaran.
“Ya, apakah kau tak bisa berpikir
peluang lain? Bukankah manusia sekarat takkan memiliki kekuatan seperti kita,
Kazu-chan?”
“…..” Tak ada jawaban apapun dari
Kazuhiro. Ia hanya diam terpaku, mencerna segala perkataan Miyuki, yang memang
ada benarnya.
“Bagaimana dengan pelakunya? Apa kau
sudah mengetahuinya?”
“Ini sedikit sulit. Tapi, dapat
disimpulkan adalah pembunuhan berkedok percintaan.” Gadis itu tersenyum
misterius. “Mengapa kau dengan mudahnya menyimpulkannya dengan kedok
percintaan?”
“Masing-masing dari mereka memiliki
hubungan percintaan,”
“Baiklah, aku memang bukan seorang
detektif sepertimu. Tapi, akankah kau saat ini lebih bodoh dibandingkan aku? Okelah,
menurut analisismu siapa pelakunya?”
“Yusuke adalah satu-satunya tersangka
yang memiliki motif paling kuat. Dan untuk alibi, bisa saja ia berkerja sama
dengan teman temannya untuk berbohong,”
“Motif Yusuke memang paling kuat. Namun,
alibinya lebih kuat, Kazu-chan. Sedangkan, Shizuka motif pembunuhannya memang
bisa digolongkan lemah dan alibinya pun tidak sempurna. Dan Sachiko, ia tidak
memiliki motif, dan alibinya pun lemah.”
“Kau menjelaskan panjang lebar seperti
itu, tetapi sama sekali tak memberi solusi.
Apa kau mencurigai Sachiko? Atau kau mencurigai Shizuka? Tidak, dia sama
sekali tak memiliki motif untuk membunuh Kanae. Selain itu, dia anak yang
pintar dan baik.”
“Tetapi, kenyataannya terbalik. Sachiko
yang terlihat seperti orang baik itu ternyata adalah pelakunya. Apa kau lupa?
Sachiko selalu menjadi juara di perlombaan Praktikum Sains. Namun, kali ini
Kanae yang menggantikan jabatan pemenang itu. Alibinya sedang ada di perjalanan
pergi ke toko baju, tapi mengapa tas bawaannya penuh dengan buku-buku? Bukankah
ia ingin pergi ke toko baju? Dan jika memang ingin ke toko baju, mengapa ia
hanya membawa uang sedikit dan tidak membawa--”
“Sawamura, kau bodoh sekali! Mana
mungkin pelakunya orang itu, hah? Baka!”, potong Kazuhiro dengan sebuah
berangan.
“Berhentilah memanggilku ‘baka’,
Kazu-chan! Kau tidak menyadari dirimu juga baka, hah? Aku ini benar, setidaknya
analisisku kali ini benar! Kenapa kau tidak percaya sama sekali?”, teriak gadis
itu kesal. Gadis itu berdiri, mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya dan sepatunya.
TREEK..
Kedua bola mata Kazuhiro yang menggelap karena amarah mengikuti arah jatuh
kedua benda itu. Revolver, dan pisau. Itulah benda yang dilempar Miyuki dengan
kesal.
“Kau—“, desis Kazuhiro marah.
“Aku sangat membencimu! Tidak akan ada
yang berani menyakitiku karena jabatanku, Tetsuyama! Kau sangat over protektif!
Cukup! Aku rasa tidak ada persahabatan yang seperti ‘ini’, Tetsuyama!” Tidak
ada kata gengsi lagi di pikiran gadis itu untuk saat ini. Ia tidak bisa menahan
air matanya, dan itu wajar. Ia berlari meninggalkan Kazuhiro yang terkejut atas
semua perkataan dan tindakkan gadis itu. Pemuda itu memegang dadanya. Ada
lubang hitam di hatinya. Menyedotnya ke dalam rasa sakit—tanpa ampun.
~*~
“Kazubaka, kau bodoh bodoh bodoh! Baka!”,
raungnya disertai dengan isakkannya yang bertambah kencang, tanpa ampun. Ia tak
mau tahu, ke mana kedua kakinya akan melangkah.
“Kau juga bodoh, Nona!” Perkataan itu
membuat tubuh Miyuki membeku. Kedua matanya terbelalak lebar tatkala ia melihat
seseorang berdiri dengan angkuh dan kejamnya. Orang itu, pembunuh kejam itu.
“Akhirnya, kita bisa bertemu di sini,
Nona Miyuki. Ah, lebih tepatnya dalam keadaan berdua. Sangat menjaga privasi,
benar?” Seringai setan orang itu timbul. Membuat Miyuki yang melihatnya bergidik
ngeri.
Miyuki mengumbar senyum sinis, terlalu
dipaksakan. “Kau—kenapa kau membunuhnya, hah?”, bentak gadis itu berusaha untuk
tegar.
“Kau sudah mengetahuinya?” Orang itu
mengumbar senyum sinis. “Aku tidak percaya. Ternyata, orang bodoh sepertimu
bisa mengetahui siapa pembunuh sebenarnya,” remeh orang itu.
“Lalu, apa yang akan kau lakukan
kepadaku setelah aku mengetahui semuanya, Tuan Pembunuh?”
Orang itu tersenyum setan. “Kau tidak
tahu? Benar-benar tidak tahu?”, katanya licik. Gadis itu membisu. “Tentu saja
aku akan memperlakukanmu sama dengan aku memperlakukan orang tidak tahu diri
itu. Mungkin lebih kejam.” Orang itu merangsek maju. “Apa kau ketakutan, Nona?”
Melangkah
mundur. Itulah yang gadis itu berikan sebagai sebuah jawaban dari pertanyaan
itu. ‘Kazuhiro tolong aku!’, jeritnya dalam hati. Hah, untuk apa dia meminta
tolong seperti itu? Bukankah dia yang telah meminta Kazuhiro untuk menjauhinya?
Revolver? Pisau? Ke mana perginya kedua alat terkutuk itu? Oh, sudah dia
buang—tepat di hadapan sahabatnya itu.
SREET..
Orang ‘gila’ itu menarik tangan gadis itu yang berdiri tidak jauh darinya.
Perbandingan yang sangat menonjol. Miyuki berjalan mundur seperti siput,
sedangkan pembunuh itu merangsek maju secepat jaguar.
Dingin.
Bukan pisau, tapi pistol. Tak perlu dipungkiri bahwa pembunuh ‘kotor’ seperti
dirinya mempunyai sebuah pistol. Lebih wajar jika dirinya mempunyai pistol
lebih dari satu.
‘Maaf,
maaf, maaf. Maafkan aku, Kazu-chan.’
“Kami-sama memang adil, bukan?
DOOORR!!
Suara tembakkan yang terdengar kejam itu terdengar. Membuat Miyuki berjengit
kaget. Tapi, ia tidak merasakan apa pun. Perlahan, kedua matanya terbuka dengan
ragu. Orang yang menyandranya telah tersungkur dengan luka tembakkan di paha.
Kasihan? Untuk apa? Toh, dia juga pernah membunuh orang. Saat ini, seharusnya
Miyuki mengatakan, ‘Kami-sama benar-benar adil, bukan?’
“Jangan pernah menyentuhnya! Aku tak
akan mengizinkanmu untuk menyentuhnya sedikit pun!”, berangan seseorang membuat
Miyuki sadar dari sikap patungnya. Miyuki dengan kakinya yang bergetar bangkit
dari sikap duduknya. Ia berjalan—tidak bisa berlari karena masih ketakutan.
DOOR!!
“Miyuki!”
~*~
Sebuah berita dari Tokyo, 30
Oktober 2014.
Kabar terbaru datang dari Tokyo.
Seseorang meninggal akibat luka tembakkan. Polisi masih menindak lanjut
mengenai kejadian ini. Seorang pembunuh bernama—
TIIIT..
Seorang gadis dengan balutan perban di lengan kanannya, mematikan TV dengan
kesal.
“Ohayou Miyubaka! Apa kabarmu, hah?”
Suara baritone dan merdu itu, suara yang selama ini telah menempati sisi di
hatinya. Siapa lagi kalau bukan Kazuhiro? Lelaki tampan itu sedang mengenakan
mantel tebal berwarna abu-abu tua dan juga ada beberapa butiran salju di
rambutnya. Sepertinya, Kazuhiro tidak pulang karena sejak kemarin, ia menunggu
gadis itu sadar.
“Kazu-chan, kenapa kau begitu emosian,
hah?” Kazuhiro memasang raut wajah tidak mengerti. “Kau--”, ucap Miyuki
parau. “Kenapa kau membunuhnya, hah?”
“Apa aku salah? Aku panik dengan
keadaanmu waktu itu. Pembunuh itu
menembak lengan kananmu dan spontan aku membalasnya. Aku hanya menembak lengan
kanannya, kaki kanannya, paha kiri dan jantungnya. Balasan yang tepat untuk
seorang pembunuh,” jawab pemuda itu enteng. Dan bersamaan dengan itu, sebuah
bantal dengan aroma rambut gadis itu yang khas, mengenai wajahnya. Tepat
sasaran. “Astaga, kau masih saja bertingkah laku aneh seperti ini, ya?”, decak
pemuda itu sebal. “Sini perbanmu harus diganti,” ucap Kazuhiro lembut. Pemuda
berkulit pucat itu duduk di sisi kiri ranjang inap gadis itu. Perban itu ia
buka dengan hati-hati. Semua perlakuannya saat ini bagaikan dirinya sedang
membawa boneka keramik yang mudah pecah.
“Untuk apa, hah? Aku bisa memanggil
Kaito-kun untuk membantuku. Ah, semenjak itu, Kaito-kun
menyadari jika aku mengidolakannya. Astaga, dia benar-benar tampan!”, ucap
Miyuki berbangga hati. Tidak, tidak, dia tidak bisa begini. Gadis bernama
Miyuki itu seperti nikotin. Hanya membau aroma khas gadis itu bisa menarik
Kazuhiro lebih dalam ke dalam pesona gadis lugu itu.
“Ck, kan aku sudah bilang, perbanmu
tidak boleh diganti siapa pun. Orang tuaku sedang berada di dalam perjalanan
dari Sapporo, Hokaido.” Perban putih yang telah ternodai itu berhasil dibuka.
Kazuhiro memberikan obat merah dan beberapa obat lainnya di atas luka tembak
itu. “Kau tahu, untung saja timah panas sialan itu tidak bersarang di
lenganmu.”
“Dan kau tahu, kau hampir saja
memasukkan orang yang tidak bersalah ke dalam penjara,” balas Miyuki masih
marah.
“Hei, gomenne.”
“Haha, kau mengatakan kata ‘maaf’ hah
Tuan Detektif yang selalu mengaku dirinya tidak pernah melakukan kesalahan
dalam analisis? Apakah kiamat sudah dekat?”, ejek Miyuki. “Kazu-chan, kau--”
Miyuki tersenyum manis, membuat Kazuhiro yang mencuri pandang ke arahnya
menjadi salah tingkah. ‘Kau membuatku
melayang, Kazu-chan’ “Kau bodoh. Kenapa sampai mengalami kesalahan
analisis seperti itu, hah? Kalau pembunuhnya tidak tertangkap dan berkeliaran
di dunia luar bagaimana nasib negri, hah? Baka!” “Mulai saat ini, kau harus
percaya dengan sahabatmu sendiri, Kazu-chan!”
“Kau yakin menyebut ini sebagai sebuah
persahabatan?”, gumam Kazuhiro tidak jelas.
“Hei, apa yang kau katakan, Kazu-chan?
Aku tidak mendengarnya.”
“Tidak. Bukan apa-apa. Sekarang makan!”
“Hei, kau mau membuatku mati dalam
keadaan gendut, hah? Itu banyak lemaknya, Kazu-chan! Kazu—kau
benar-benar—Hasya! Jangan seperti itu! Aku tersedak!” “KAZU-CHAN!!”
hay aku @dsianakd
BalasHapustentang cerpen ini sebenernya genrenya bagus ya antimainstream gitu hehe tapi alangkah lebih baiknya kalau genrenya tetep dibuat mainstream tapi jalan ceritanya yang dibuat antimainstream misal dengan ending yang sulit ditebak atau konflik yang sangat memacu adrenalin agar pembaca *di sini yang dimaksutkan saya pribadi* lebih bisa menikmati cerpennya.
Hallo, aku @gi_author.
BalasHapusCerpen ini unik. Cuma, karena ada beberapa penggunaan tanda baca yang kurang tepat, jadinya saat membaca agak terganggu. Overall, ini menarik. :)