Yap!
Dan akhirnya gadis itu masuk di kampus impiannya sejak dulu. Hari ini, hari
pertama ia memasuki kampus itu. Sungguh sebuah kebanggaan baginya. Sudah pukul
7 dan dia harus segera berangkat. Pakaian sudah rapi, rambut yang sudah di
kuncir kuda, dan tidak lupa sepatu sneakers yang selalu ia pakai.
“Pagi
sayang…, anak Mama sudah cantik,” sapa Mama dan tak lupa untuk memuji anak
perempuan kesayangannya.
“Mama,
aku gak cantik ya?” canda Andres. Kakak lelaki.
“Ya
ampun, mama, anak mama sudah transgender ya?”
sahutnya dengan menyambung candaan kakaknya. Mereka pun hanya tertawa-tawa
bersama.
“Sudah,
jam berapa ini Chel? Kamu hari ini masuk kan?” tanya Mama.
“Iya,
ma, aku berangkat dulu ya.” Pamit gadis itu kepada Mamanya.
Namanya
Chelsea. Ia mempunyai seorang kakak laki-laki, Andres. Mamanya itu single parent. Papa Chelsea sudah
meninggal 8 tahun silam akibat sakit kanker. Ka Andres menjadi tulang punggung
keluarga Mereka. Dan ka Andres juga yang membiayai Chelsea kuliah. Semoga jika
impian Chelsea terwujud Chelsea bisa membantu ka Andres bekerja.
Mobil
Chelsea terus berjalan. Namun, sebelum sampai tujuan, mobil ini berhenti. Dan
cukup jauh dari daerah Kampusku.
“Kenapa
pak? Kok berhenti?” tanya Chelsea pada Pak Satyo. Supir di keluargaku.
“Bensinnya
habis non, tunggu sebentar ya bapak mau beli dulu.” Jawab Pak Satyo seraya
keluar dari mobil.
“Aduh,
sudah jam setengah 8, masih jauh!” gumam Chelsea. Ia pun melihat jendela. “Kuburan?!
Ya ampun! Pak Satyo berhenti di kuburan seperti ini?? Haduhh…, eh tapi ini kan
masih pagi. Mustahil ada hantu pagi-pagi. Keluar ah.” oceh Chelsea di dalam
mobil.
Baginya
kuburan yang ia lihat familiar. Ia mengingat-ingat. Papa! Ini tempat pemakaman Papa.
“Papa! Sudah sebulan aku tidak kesini.” Batin
Chelsea. Chelsea berjalan memasuki pemakaman itu, memutari dan mencari-cari
makan papa tercinta.
“Ini
dia!” Chelsea menemukan pemakaman Papanya. “Hai, pa. Maaf aku sudah sebulan
engga kesini. Aku rindu sama Papa. Andai aku bisa memutar waktu. Aku akan
selalu ada buat Papa. Tapi, semua itu mustahil. Oh, iya, Pa. sekarang aku sudah
masuk kuliah, aku diterima di kampus impianku. Do’ain aku terus ya Pa, aku juga
bakal do’ain Papa. Agar Papa selalu tenang di alam sana. Aku sayang Papa.”
ucapnya di depan makam sang Papa.
“Sepuluh
menit lagi sudah jam 8. Sampai disana pasti akan telat! Ya ampun. Pak Satyo
kemana sih? Kok lama banget?” gumamnya seraya menatap jam tangan. Tidak lama
dari itu, Pak Satyo datang.
“Maaf,
non. Beli bensinnya lama. Jauh banget.” terang Pak Satyo.
“Iya,
pak. Engga apa-apa. Yaudah sekarang langsung berangkat ya. Sudah telat.”
Pintaku.
“Ya,”
mobil Chelsea segera berjalan menuju kampusnya. Dan benar saja, Chelsea telat! Chelsea
segera turun dari mobil. Dan tiba-tiba saja ada seseorang menabraknya dari
belakang.
“Aw!
Woy! Hati-hati dong kalo jalan, sakit nih!” Omel orang itu.
“Lo
marahin gue? Yang ada elo yang hati-hati nabrak gue dari belakang. Lo kira gue
gak sakit?” omel Chelsea balik.
“Awas-awas
gue mau masuk.” teriak laki-laki itu yang tidak merasa bersalahh sekalipun.
“Gak!”
larang Chelsea.
“Emang
lo siapa?” tanya laki-laki itu.
“Heh!
Kalian terlambat ya? Sudah terlambat bertengkar pula.” Tegur salah satu senior.
“Dia
tuh kak, marah-marah.” Tuduh laki-laki itu yang tidak mau disalahkan.
“Diam!
Atau kalian akan mendapatkan hukuman yang lebih berat!” ancam senior itu.
“Kita
di hukum kak?” tanya Chelsea.
“Sudah
diam! Jelas-jelas terlambat, ya kalian harus di hukum!” baiklah, Chelsea hanya
bisa diam.
Mereka
pun masuk kedalam kampus.
“Perkenalkan,
nama saya Bagas, saya senior disini. Jadi, karena kalian sudah terlambat. Saya
akan menghukum kalian. Kalian akan saya jadikan satu kelompok.” ucap senior itu
yang bernama Bagas.
“Satu
kelompok?” Chelsea dan lelaki itu kaget. “Iyhhh” lanjut Chelsea dengan nada
menjijikan.
“Kenapa?
Atau kalian akan saya hukum dengan hukuman yang lebih berat. Dan, satu lagi
tempat ospek kalian di kuburan.” lanjut senior itu.
“Kuburan
kak?” tanya Chelsea melongo.
“Iya,
jadi besok kalian bawa senter dan jaket. Kalian datang jam 5 sore.” kata kak
Bagas.
“Semua
gara-gara lo tau. Andaikan lo engga ada di depan dan gak marah-marah. Pasti gak
bakal kayak gini!” omel laki-laki itu.
“Gue?
Elo yang nabrak gue dan langsung marah-marah!” bantah Chelsea.
Keesokan
harinya…
“Ma,
aku pamit ya! Aku mau berangkat!” pamit Chelsea.
“Ya,
hati-hati ya sayang, jaga diri baik-baik.” nasehat Mama.
“Ya,
Ma,” Chelsea langsung berlari menuju mobil.
Satu
jam menuju perjalanan akhirnya sampai di tempat tujuan.
“Bagus.
Kalian tidak terlambat. Setelah matahari tenggelam kalian siap-siap. Jangan
sampai ada yang tertinggal.” ujar Kak Bagas. “Tugas kalian, hanya mencari
bendera berwarna kuning yang berada di kuburan itu.” lanjutnya.
“Kalo
boleh tau kuburannya dimana ya kak?” tanya Chelsea.
“Di
pemakaman dekat perempatan lampu merah.” jawab Kak Bagas.
“Oh,
pemakaman Green Lotus?” tanya Chelsea.
“Iya,
kamu tahu?” tanya Kak Bagas.
“Tahu,
kak,”
“Kacang
mahal, kacang mahal,” tiba-tiba saja laki-laki itu memelaskan wajahnya. Kak
Bagas dan Chelsea yang melihatnya hanya terkekeh.
“Oh,
iya, nama kalian siapa?” tanya Kak Bagas kepada Chlsea dan Lelaki itu.
“Alex
kak.” jawab lelaki itu yang bernama Alex.
“Chelsea
kak.” Jawab Chelsea.
Satu
jam kemudian…
“Ayo
kalian siap-siap. Kita kita berangkat.” teriak Kak Bagas.
“Siap
kak!”
Setelah
sampai di tempat tujuan, hanya Chelsea dan Alex yang akan masuk mencari bendera
itu. Saat di dalam pemakaman, air mata Chelsea jatuh.
“Gue
tahu kok, ini kuburan tempat yang gelap, serem, mistis. Tapi, lo jangan nangis
juga dong.” ucap Alex.
“Gue,
nangis hiks.. bukan karna hiks… tempatnya, tapi ini pemakaman papa gue.” Sahut
Chelsea seraya menjongkok. Alex hanya terdiam sejenak.
“Ya,
udah iya, lo jangan nangis, kita ini lagi Ospek lo jangan nangis.” ucap Alex
yang ikut menjongkok seraya merangkul Chelsea.
“Thanks ya.” Chelsea tersenyum.
“Yaudah
yuk, cari benderanya lagi!” ajak Alex yang langsung berdiri.
“Bangunin,”
pinta Chelsea manja.
“Anak
mami banget lo, bangun aja gue bangunin.” Alex berkacak pinggang. Chelsea
memanyunkan bibirnya. “Yaudah, sini, gue bangunin.” Alex menarik tangan
Chelsea.
“Cari
kemana?” tanya Alex.
“Ke
sana aja.” Chelsea menunjuk ke arah pohon besar. Mereka berdua pun berjalan ke
arah pohon besar itu.
Kresek…
kresek… kresek… hawa dingin dan bulu kuduk mereka berdiri.
“Chelseaaa…,
ihhh gue takuuttt.” Teriak Alex yang langsung memeluk Chelsea tanpa di sengaja.
“Lex,
itu bukan hantu, itu kucing. Lepasin gue dong.” ucap Chelsea.
“Oh,
iya, maaf.” Alex langsung melepas pelukannya.
“Eh,
itu apaan?” tanya Chelsea.
“Mana?”
tanya Alex.
“Itu
yang di atas pohon.” Tunjuk Chelsea.
“Iya,
itu kayaknya bendera.” jawab Alex “Tunggu disini ya, gue mau naik.” Lanjut
Alex.
“Hati-hati
Lex.” Alex pun memanjat pohoon itu. Namun…
BRUKK!!
Alex
terjatuh. Chelsea pun panik dan segera melapor ke para senior yang menunggu di
dalam. Alex pun segera di bawa ke rumah sakit.
Orang
tua Alex pun segera datang.
“Tante
Sena?!” Chelsea tersentak kaget.
“Chelsea?
Kamu disini?” tanya Tante Sena.
“Iya,
tante. Tante ngapain disini?” tanya Chelsea.
“Alex,
Alex kecelakaan!” jawab Tante Sena.
“Alex?
Alex anak tante? Alex yang di ruang ini Tante? Jad.. di.. ini Alex teman aku
saat masih kecil?” tanya Chelsea dengan hal yang mengejutkan. Tante Sena hanya
menganggu.
“Tante…”
Chelsea memeluk Tante Sena sambil menangis.
“Kamu
sudah bertemu Alex?” tanya Tante Sena.
“Iya…”
jawab Chelsea.
“Chelsea!”
tiba-tiba ada yang memanggil Chelsea yang tidak lain adalah, Mama Chelsea.
“Mama!”
sahut Chelsea.
“Sena?
Kamu disini?” tanya Mama Chelsea.
“Iya,
Nad.” jawab Tante Sena. “Alex kecelakaan Nad.” lanjutnya.
“Jadi,
yang kecelakaan itu Alex? Bukannya teman kamu Chel?” tanya Mama Chelsea.
“Iya,
Alex itu teman satu kampus aku.” jawab Chelsea.
“Ya
ampun.”
Selang
beberapa menit dokter yang berada di dalam ruangan Alex. Keluar dari ruangan.
“Bagaimana
kedaan anak saya dok?” tanya Tante Sena seraya berdiri.
“Silahkan,
masuk” dokter itu hanya tersenyum.
“Alex!”
panggil Tante Sena.
“Mama…”
sahut Alex dengan nada lemas.
“Mama,
jagain Papa ya ma.” kata Alex tersenyum. “Chel, lo belajar yang bener ya. Biar
lo bisa jagain keluarga lo.” Lanjutnya.
“Tapi
Lex, gue ga mau lo pergi duluan. Lo inget dulu kita sering main bareng di
kuburan itu. Meski dulu itu taman yang indah Lex. Lo ga boleh tinggalin orang
yang sayang sama lo.” ujar Chelsea. Air matanya sudah deras membasahi pipinya.
“Dulu,
ya dulu. Lebih baik lo kejar cita-cita lo. Lo kejar mimpi-mimpi lo. Lo harus
bisa! Biarin gue tenang disana Chel.” Alex tersenyum. “Selamat tinggal.”
kata-kata yang terakhir di ucapkannya. Nafasnya pun tidak berhembus lagi.
Seakan tubuh Chelsea tidak mampu bergerak. Mungkin inilah rencana tuhan yang
terbaik untuk semuanya.
Posting Komentar
Tinggalkan jejak yuk ^^ Jangan pelit- pelit~ ❤